“Multikulturalis, Bekal Bijak Gen Z Bermedia Sosial” merupakan tema yang diangkat dalam obrolan santai secara online pada forum SKOPUS (Santai Konkow Obrolan Produktif with Us). Sebuah forum diinisiasi oleh program Magister (S2) Pendidikan Agama Islam Universitas Alma Ata. Forum tersebut diselenggarakan seminggu sekali. Dalam Forum tersebut Lathifatul Izzah, salah satu dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Alma Ata diminta sebagai narasumber.
Narasumber mengungkap bahwa multikulturalime merupakan paham yang mengedepankan kebersamaan, kesetaraan, saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam situasi keragaman, baik dari segi asal muasal, bahasa, etnis, agama, maupun sosial budaya. Sedang multikulturalis merupakan orang yang menerapkan nilai-nilai multikultural dalam hidupnya, sama seperti Pancasila dengan Pancasilais. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasilais merupakan orang yang menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-harinya. Nilai-nilai multikultural tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila atau ajaran Islam.
Lebih lanjut Izzah menyebutkan multikulturalis bukan berarti mencampuradukkan berbagai budaya atau keyakinan. Prinsip terpenting dalam multikulturalime: لَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْۗ لَاحُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْۗ (“Bagi kami perbuatan kami dan bagimu perbuatanmu. Tidak (perlu) ada pertengkaran di antara kami dan kamu”). Prinsip yang ia kutip dari QS Asy Syura ayat 15. Penting bagi generasi Z yang aktif di media sosial menerapkan nilai-nilai multikultural tersebut. Saat ini media sosial menjadi ruang utama generasi Z untuk berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang negara, sosial, budaya, golongan, agama, etnis, dan ras. Hal tersebut membantu untuk mengurangi miskomunikasi, prejudais, stereotip, dan konflik budaya antar pengguna.
Dalam obrolan tersebut yang menjadi hots, Miftahul Adila Fitria, salah satu mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam. Dalam obrolan tersebut, Adilah menanyakan tentang contoh penerapan nilai-nilai multikultural. Izzah menjelaskan contoh penerapan nilai-nilai multikultural ketika seseorang bergabung dalam keluarga besar atau kuliah di Universitas Alma Ata. Tenaga kependidikan, pendidik, mahasiswa Universitas Alma Ata cukup beragam. Mereka berasal dari berbagai wilayah Indonesia, bahkan ada yang berasal dari beberapa manca negara. Universitas Alma Ata bisa dianggap sebagai miniatur Indonesia.
Lebih lanjut Adila menanyakan bagaimana cara gen Z menyampaikan opini ke publik agar tidak menyinggung orang lain? Izzah menjawab baiknya dalam menyampaikan opini pertama memakai bahasa yang sopan dan jelas. Kedua menunjukkan bukti yang akurat. Ketiga memberi alasan yang rasional, sopan, dan jelas. Keempat fokus pada isu bukan menyerang person. Kelima tidak memaksa orang untuk setuju, dan terakhir memilih ruang dan waktu yang tepat.
Selanjutnya host menanyakan bagaimana langkah praktis yang bisa Gen Z lakukan supaya tetap toleran, kritis, tapi tidak kehilangan identitas diri ketika menghadapi perbedaan? Narasumber menanggapinya hendaknya gen Z pertama memperkuat pandangan hidupnya terlebih dahulu, memahami jati diri, nilai, dan budayanya sendiri. Kedua mempromosikan konten-konten keragaman, perdamaian, persatuan, dan edukasi dan sejenisnya. Ketiga menghindari konten-konten yang bermuatan diskriminasi, ujaran kebencian, apalagi konten-konten purno dan seterusnya. Keempat Menghargai hak cipta orang lain. Kelima Saring sebelum shearing. Keenam menambah frekwensi pada pertemuan-pertemuan dan komunitas yang berbeda latar belakang. Hal tersebut dilakukan untuk melatih diri damai dalam perbedaan.
Sebagai bahan refleksi atas tanggapan yang terakhir tersebut, kita bisa merenungkan QS Rum ayat 22
وَمِنْ اٰيٰتِه خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَلْوَانِكُمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ
Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berilmu.” Kita juga bisa meminjam kalimat seorang orientalis Jerman-Inggris Friedrich Max Muller, “to know one religion is to know none”. (Mengetahui satu agama berarti tidak mengetahui agama sama sekali), bisa dibilang to know one cultural or… is to know none.
Dalam obrolan tersebut host kembali menanyakan jika melihat berita atau komentar yang menyinggung, apa yang sebaiknya dilakukan diam atau membalas? Nara sumber menyarankan pertama tenang saja. Tetap tenang atau sabar merupakan senjata ampuh untuk membelasnya, membalas hanya membuang-buang waktu. Kedua dokumentasikan komentar-komentarnya untuk jaga-jaga jika sampai melakukan kekerasan. Hal tersebut bisa dijadikan bukti untuk ditindaklanjuti ke pihak-pihak yang berwenang. Ketiga memberi edukasi secara selektif dengan mempertimbangkan ruang dan waktu tadi. Keempat memprioritaskan kesehatan mental lebih penting daripada membalas. Terakhir cara lain yang bisa dilakukan adalah melaporkan dan memblokir.
Kemudian host meminta kalimat pesan untuk menutup obrolan santai yang dilaksanakan pada Rabu, 26 November 2025 tersebut. Akhirnya narasumber menutupnya dengan pantun: Sungguh indah dan asri Indonesia Raya//Universitas Alma Ata Kampusnya bersih dan rapih//Kami pamit undur diri dan terima kasih//Semoga obrolan singkat ini membawa rahmat lil’alamiin. (LI)